Perkembangan Yang Perlu Dipenuhi Pada Usia Anak Sampai Remaja

Selain anak bertumbuh secara fisik, mereka juga akan berkembang. Beberapa ranah perkembangan anak dapat dilihat melalui perkembangan intelektual, perkembangan psikososial, juga perkembangan moral. Hal ini dapat dirangkum ke dalam tugas perkembangan yang harus dilalui oleh semua orang, sesuai dengan kelompok usianya. Menurut Havighurst (1976), tugas perkembangan yang perlu dipenuhi pada usia anak-anak/usia sekolah adalah sebagai berikut :

Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Akhir dan Anak Sekolah (6-12 tahun) ;

a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
c. Belajar bergaul dengan teman sebaya.
d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
f. Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
g. Mengembangkan kata hati.
h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.

Tugas Perkembangan Masa Remaja (12-21 tahun) ;
a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
b. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
f. Memilih dan mempersiapkan karier.
g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
i. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
j. Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.

Berdasarkan tugas perkembangan yang dijabarkan oleh Havighurst (1976), anak-anak memerlukan bantuan dari lingkungan untuk membantu mereka memenuhi tugas perkembangannya. Salah satu pihak yang membantu dan turut berperan dalam perkembangan anak adalah sekolah. Anak usia sekolah menghabiskan sekitar 1/3 hari mereka di sekolah. Guru dalam hal ini yang akan memberikan materi-materi mempunyai peran penting untuk memfasilitasi hal-hal yang diperlukan anak di sekolah. Perkembangan intelektual dapat dicapai melalui proses belajar mengajar secara formal di sekolah, berdasarkan kurikulum pendidikan yang telah dirumuskan.

Di samping itu, anak-anak akan berkembang secara psikososial, melalui proses interaksinya dengan lingkungan, juga beberapa mata pelajaran yang membantu anak memiliki pengetahuan mengenai kehidupan bermasyarakat dan bagaimana bersikap menjadi makhluk sosial. Secara moral pun, sekolah memiliki tanggung jawab untuk bisa membantu anak berkembang dan memiliki nilai moral yang baik. Dalam menyampaikan materi-materi tersebut, lingkungan perlu menyesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Hal ini dilakukan agar apa yang disampaikan memang sesuai dengan kesiapan perkembangan anak.

Banyak dampak negatif yang akan muncul apabila anak melewatkan tugas-tugas perkembangannya. Beberapa tugas perkembangan anak menjadi terhambat sebelum tugas perkembangan sebelumnya terpenuhi. Anak dapat pula menjadi kurang dewasa dalam menyikapi karena mereka melewati hal yang membuat mereka mempersiapkan sesuatunya. Sebagai contoh, 8 tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson (1963), anak usia sekolah sedang berada di tahapan industry vs. inferioritas (usia 6-12 tahun). Tahap ini menunjukkan bahwa lingkungan anak bertambah luas, yang semula di rumah, bersama keluarga, anak pada tahapan ini memiliki lingkungan baru, yaitu lingkungan sekolah. Pada usia ini, anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan yang berada di lingkungan sekolahnya. Anak yang sudah terlibat dalam interaksi sosial akan mulai mengembangkan rasa keberhasilannya terhadap apa yang di capai. Kemampuan akademik anak yang sudah memasuki usia sekolah akan mulai berkembang juga kemampuan sosialnya dalam berinteraksi. Dukungan dari orang tua dan gurunya akan membangun perasaan kompeten atau mampu serta kepercayaan diri, dan pencapaian sebelumnya akan memotivasi anak untuk mencapai pengalaman baru (tahap industry). Sebaliknya kegagalan untuk memperoleh prestasi dan kurangnya dukungan membuat anak menjadi rendah diri, dan tidak kompeten. Apabila anak gagal dalam tahapan ini, yaitu anak menjadi merasa rendah diri dan merasa dirinya tidak mampu, maka ke depannya anak akan sulit dalam menghadapi permasalahan secara positif dan secara optimis. Hal ini sejalan dengan anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) menurut tahapan perkembangan psikoseksual Freud, berada pada fase latent, dimana anak melakukan pengalihan energi seksual kepada pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahapan ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial, komunikasi, dan kepercayaan diri.

Maka dari itu, peranan sekolah, terutama guru di sekolah pada anak usia sekolah ini sangat besar. Kurikulum dan proses belajar perlu disesuaikan dan memperhatikan kondisi perkembangan anak, agar dapat mempersiapkan anak bertumbuh dan berkembang menjadi anak yang sukses di masa depannya. Namun, apa yang akan terjadi ketika anak tidak mendapatkan cukup pengawasan baik dari guru di sekolah, ataupun orang tua di rumah? Anak-anak secara nalurinya akan mulai mengeksplor dunia di sekelilingnya. Mereka dipenuhi dengan rasa ingin tahu yang besar. Dengan bakat itulah, anak-anak menjadi rentan terhadap hal-hal yang negatif dari lingkungan. Pengawasan yang dilakukan baik dari guru maupun orang tua sama pentingnya dengan pengajaran yang hendak diberikan kepada anak. Di samping anak perlu mendapatkan wawasan mengenai cara bersikap dan berperilaku, namun juga ada proses pengawasan yang dilakukan oleh lingkungan.

Kurangnya wawasan, terlebih lagi dengan tidak adanya pengawasan kepada anak, mereka dapat saja terpengaruh oleh hal-hal buruk. Anak-anak dapat tumbuh menjadi negatif. Sebagai contoh berdasarkan yang telah dijabarkan di atas, anak usia 6-12 tahun sedang dalam masa pembentukan kepercayaan diri, dan pengembangan interaksi sosial. Apabila lingkungan kurang melakukan pengawasan terhadap pencapaian anak, maka apabila anak gagal melewati tahapan ini dengan baik, maka dapat mengakibatkan anak dapat menjadi depresi, merasa dirinya tidak mampu, tidak cocok dengan lingkungan sosial, dan kemudian memilih untuk bermain game online, mengurangi interaksi dengan lingkungan, melakukan pelarian kepada makanan, dan sebagainya.

Seringkali kita mendengar berita mengenai anak SMP/SMA yang sudah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. Jika dilihat berdasarkan tahapan perkembangan psikoseksual Freud, anak-anak usia 12 tahun ke atas, atau dalam hal ini mulai dari usia SMP, berada pada fase genital, dimana anak mulai mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Apabila pada tahapan ini anak tidak mendapatkan pengawasan dan wawasan yang cukup mengenai seksual dan segala hal di dalamnya, dengan sangat mungkin akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan.

Pada beberapa kasus kekerasan anak sekolah, ataupun adanya geng-geng motor di kalanganan siswa, jika kita tilik melalui tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson (1963), anak usia 12-20 tahun berada pada tahap identitas vs. kebingungan identitas. Anak akan melakukan berbagai cara untuk mencari jati diri mereka, dan mulai mengenal diri mereka sendiri. Banyak kasus anak-anak yang terlibat geng motor adalah untuk mencari jati diri mereka. Kekerasan yang terjadi adalah untuk membuktikan sifat yang ada pada diri mereka. Anak-anak yang mendapatkan fasilitas yang baik dan dukungan yang positif dari lingkungan baik sekolah maupun rumah dalam membantu mereka mengenali diri sendiri akan mengantar mereka kepada keberhasilan dan pembentukan diri yang positif (tahap identitas, sebaliknya, jika gagal akan menimbulkan kebingungan identitas).

Lingkungan yang baik akan menghasilkan anak yang baik pula, dan manusia adalah makhluk sosial, tidak akan lepas dari interaksinya dan hubungannya dengan orang lain dan lingkungan. Pentingnya pemberian wawasan dan pengawasan kepada anak yang terus mengeksplor untuk perkembangannya menjadi tanggung jawab kita semua agar mereka dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.

Penulis : Clara Putri Koentjana, S.Psi
Instagram : @ceciliaclra